07 February 2007

Nikah itu mahal, jauh lebih mahal ketimbang kawin

Aduh gawat! Saya baru saja tahu dari seorang kawan yang sudah menikah, bahwa tidak mudah untuk kami, para kaum pria untuk dapat membawa pergi anak gadis orang (baca:nikah) sini.

"tiga puluh juta itu biasa win, belum termasuk biaya mas kawin, belum termasuk biaya JPS (jaring pengaman sosial) untuk 3 bulan, itu uang hanya untuk pesta-nya aja." Gitu lah kira-kira perkataan dia.

Seperti teringat kata salah satu guru PMP pas SD dulu (yang kemudian diganti menjadi PPKN pas jaman SMA, PMP-nya yang diganti, bukan gurunya...) dimana langit di junjung, disitu bumi dipijak. Memang adat orang sini "mengharuskan" sang mempelai pria membayarkan sejumlah uang, untuk biaya pernikahan dan segala macemnya. Uang sejumlah itu banyak loh, dan harus terhambur karena sebuah pesta yang belum tentu hanya akan ada dalam seumur hidup kita.

Gambaran tentang sebuah pernikahan koboi-koboian yang ada diotak saya langsung terancam punah. Impian tentang saat dimana saya dan siapapun-perempuan-yang tidak-cukup-beruntung-itu berjalan dan mengenakan gaun pengantin kami, celana jeans dan kaos oblong yang bertuliskan nama-nama band keren seperti the used dan Taking back sunday. Acara tumpengan nasi kuning yang dihadiri ama orang se-RT aja, didoakan oleh para anak-anak yatim, memotong kambing dan sebuah panggung hiburan FULL BAND, tempat teman-teman kami berteriak, scream dan para tamu yang ber-moshpit ria. Apakah itu harus tergantikan dengan sebuah acara resepsi pernikahan dengan gambaran gamblang tamu berpakaian batik yang mungkin tidak setengah dari para undangan itu kami kenal.

Ah, ngapain pusing sih... calon aja juga masih belum jelas

2 comments:

amir said...

huehueheuh...
tetap ji bisa nikah kayak bayanganmu win, yang susah itu hanya minta ijin ke calon mertuamu saja klo mo pake oblong.
Tapi...klo dapat yg seksi jg cewe'nya pasti ko iya2 saja biar disuruh pake gamis nikah.... hahahahahah

Anonymous said...

hehehhe..
itulah potret kita yang sudah mulai kehilangan esensi. walaupun tidak bisa disalahkan. ketika mikirin pesta lebih pusing daripada mikirin akad, yang jelas2 diwajibkan.
cuma inget omongan seseorang. "ketika perempuan masih jadi anak orang tuanya, rejekinya dititipkan pada orang tuanya. dan ketika dia menjadi istri, rejekinya dititipkan Tuhan pada suaminya. jadi, sebenarnya, ketika seorang laki2 menikah, dia bukan harus mencari rejeki bagi 2 orang. tapi cukup untuk dirinya sendiri. karena ketika niat sucinya untuk menikah terselenggara, maka Tuhan akan menitipkan rejeki sang istri, melalui dirinya..."