22 July 2007

the susee

Ladies and gentlemen, baik yang tua maupun yang panuen, kami perkenalken, sebuah band dengan mimpi menjungkelken peterpen,... kami adalah.... the susee.... The Simply Unrecognize Singer Ever Euy...

Langsung aja ya... Pada gitar tentunya ada susee, tugasnya simpel kok, genjrengin tuh gitar ampe kira-kira, ya kira-kira aja lah, nadanya pas ama vokalisnya. Susee gak bisa maen gitar listrik, katanya sih sewaktu kecil pernah kesetrum pas lagi maenan mobil remote control, padahal semua orang juga tahu, kampungnya dia mana ada maenan jenis kaya gitu... yang ada juga dia maenan petak umpet trus salah tempat sembunyi, dia malah sembunyi di gardu listrik.

Pada vokal,.... pada vokal mang belum jelas siapa. Susee sang leader band ini, merangkap gitaris, merangkap yang bikin lagu, merangkap manager, merangkap groupies, belum nemu vokalis yang sesuai lagu buatannya...

Pada Bass,... mmm... ini juga masih belum jelas siapa. Bahkan belum jelas juga apakah kita ini mo pake bass di lagu kita apa engga. bahkan sebenernya kita juga ngga tau mo bikin lagu apa engga... "yang penting ngetop dulu" itu kata salah satu anggota band lainnya.

Pada Groupies.... ada gw, dengan setia ngambil kertas dan pulpen mencoba membuat lagu... walaupun pada akhirnya hanya berakhir menjadi perang tepok-pantat saja...

Jadi untuk kalian semua disana yang berbisnis membuat band... kami datang dengan membawa ancaman.... yaitu membawa pulang semua groupies anda.... hahahahah... mari kita main wanita! cihuy!!!

NB:
Untuk Perndaftaran groupis silahkan hubungi saya...

NBB:
ni ga ada beibh nya mir!! jangan protes lagi....

19 July 2007

Senja ala Saidah Binti Jakarta

Aku menikmati ini. Ketika terang matahari telah berganti dan gelap mulai mengambil alih hari. senja yang tua. Satu persatu gedung-gedung itu terlewati. Kadang masih terlihat terang menyapa dari beberapa sisi jendela. Jakarta dikala sebuah senja. Senja yang sudah tua.Senja yang selalu sama tapi terasa selalu berbeda. Entah bagaimana ceritanya, namun aku sekarang di sini, tetap berusaha berlari dan mengambil resiko untuk mewujudkan mimpi. Mari,.... berkeringat kembali.

Kita Pulang. Naik taksi kita-ke-Mampang-lewat-Tegal-Parang.

15 July 2007

S.I.N

Sumpah ini norak. Sumpah! Ini! Norak! Tapi biarlah malam ini gw pengen norak...

Biarkata pondok labu itu jauh..
Emang jauh kok....
Inginnya sih naek taxi
Biaya-nya tapi kemahalan...
Habis entar duitnya, gak bisa ditabung donk...


NB:
Ikan hiu mati kelelep
I loph yu bep....

kotak berbentuk hati

Aku kenal lagu ini. Tentu saja, akulah pembuatnya. Ketika kita berada dibawah naungan awan putih yang sama, ketika kita habiskan waktu dengan merangkai nada menjadi sebuah irama, Lalu menjadi sebuah lagu bertema cinta. Memang tidak semua, sebagian tapi iya.

Suara perempuan itu, besutan gitar orang itu. Ketukan drum yang satu itu. Menyatu. Menjadi satu. Dititik itukah hidup kita semua berubah?

Sebuah lagu lagi bercerita, tentang caranya memandang dunia. Aku ingat senja saat itu, dalam frame kenangan berwarna. Pernah. Sudah. Basi. Hampa. Tak percaya aku pernah disana. Karena tak bisa lagi aku kini membuat lagu, tak bisa lagi menikmati keras distorsi dari sebuah kotak-berbentuk-hati, berkeringat, lalu menyublim menjadi tawa.

Aku di sini saja. Di bawah langit Jakarta. Berkeringat bersama mereka, mewujudkan mimpi yang masih tertunda untuk menjadi nyata. Inilah kotak-berbentuk-hati ku yang baru.

boleh ya?

Tetesan air itu mengeluarkan suara yang sama. Nada yang sama. Kadang ia menghipnotisku begitu saja, memberikan sebuah dunia abu-abu dalam deru awan jingga yang kelabu.

Malam ini... ijinkan aku membuat sebuah dosa kembali...

03 July 2007

gelas plastik

Papan tulis putih, sebuah spidol hitam beserta penghapusnya. Sebuah meja dibawahnya dan sebuah gelas tanggung bening. Tisu berserakan, jaket lusuh, sebuah tas punggung tempat laptop ini berteduh dan sebuah kursi kosong. Ada sebuah dompet hitam terletak diatas meja satunya. Disamping bungkus rokok berwarna merah yang isinya tinggal beberapa batang saja. Kunci ruangan. Korek api. Karet gelang. Asbak dan abu yang beterbangan. Tetap saja tidak ada.

Aku ini pencari mimpi. Aku mencari mimpi yang terbuat dari sebuah gelas plastik. Kalo bisa yang ujung-ujungnya telah meleleh karena terbakar api, tak apalah bila tak lagi berbentuk.

disini

bali, bali, kapan kamu kembali?

Lagi ngapain? Bising dengung nyamuk dikamar losmen mesum itu apakah terlalu mengganggu? Nyenyak bobonya? Sempat liat sunset? atau besok mau melihat matahari pagi bali? Iya, sempetin lah.. bukannya harga sunrise begitu mahal disini, sebelum kemudian bercampur dengan keluh-kesah keseharian... dan hilang berganti malam begitu saja.

Mumpung disana, banyak bule bertelanjang dada. Membawa papan seluncur, siap menerjang ombak yang sibuk bergulung. Jangan lupa bawakan aku juga sebuah hadiah. Yang murah saja. beri pita merah dengan sepucuk kertas berwarna kuning diujungnya. Tuliskan kata sayang disana. Iya, jelas aku rindu, karena itu sekarang ini aku terus saja merajuk padamu. Mimpi apa malam ini? Setelah seharian termakan perjalanan yang begitu melelahkan. Setidaknya biarkan aku menjadi jagoannya.

Cepat pulang ya... datang kesini. Disamping sini. Kita hentikan lagi waktu seperti waktu itu. Lain kali kita naik taksi. Aku janji.